Rabu, 02 Januari 2019

PERKEMBANGAN SIKAP SOSIAL PADA ANAK SD







Perkembangan sikap sosial pada anak SD
Oleh : Isti Nurhayati

Pada kurikulum 2013 kompetensi sikap dibagi menjadi dua, yaitu sikap spiritual dan sikap sosial. Sikap spiritual yang terkait dengan pembentukan peserta didik yang beriman dan bertakwa, dan sikap sosial yang terkait dengan pembentukan peserta didik yang berakhlak mulia, mandiri, demokratis, dan bertanggung jawab. Sikap spiritual hubungan dengan Tuhan Yang  Maha Esa, sedangkan sikap sosial adalah hubungan dengan sesama manusia sebagai anggota kelompok atau masyarakat. Ahmadi (2002:163) menulis bahwa sikap sosial adalah kesadaran individu yang menentukan tindakan nyata dan berulang dari objek sosial. Dengan demikian, sikap sosial mewakili mengirim respons seseorang terhadap objek sosial. Menurut pendapat Gerungan (2004), dalam buku Psikologi Sosial, definisi tentang sikap adalah kata sikap terhadap objek tertentu, yang dapat merupakan sikap, pandangan atau sikap perasaan, tetapi sikap mana disertai oleh kecenderungan untuk bertindak sesuai dengan sikap terhadap objek tadi itu. Menurut Baron dan Byrne (2004), sikap disebut sebagai penilaian subjektif seseorang terhadap suatu objek sikap.
Sikap sosial, dalam hal ini yang muncul pada siswa, sangat dipengaruhi oleh lingkungan sosialnya. Lingkungan tersebut berupa lingkungan keluarga, sekolah, dan masyarakat. Apabila lingkungan sosial yang dimaksud memfasilitasi atau memberikan peluang terhadap perkembangan anak secara positif, maka anak akan dapat mencapai perkembangan sosial secara matang (Danim, 2011). Namun sebaliknya, apabila lingkungan sosial itu kurang kondusif, maka sikap sosial anak cenderung menampilkan perilaku yang menyimpang. Untuk itu, pengembangan sikap sosial anak di sekolah sangat penting dilakukan untuk mematangkan mereka. Anak-anak yang mulai berinteraksi dengan sosial lingkungan akan mulai memiliki sikap sosial, dan ini juga terjadi pada usia sekolah dasar anak-anak. Bukti perilaku anak-anak hari ini cukup memprihatinkan. Siswa sekolah dasar sekarang umumnya kurang disiplin daripada biasanya, dan mereka memiliki perawatan dan tanggung jawab rendah. Itu tidak sesuai dengan pengembangan afektif yang ideal dari siswa primer penyok (setiawan,2018.p.13).

Sikap sosial perlu ditanamkan pada siswa di sekolah karena siswa menghabiskan sebagian waktunya di sekolah. Untuk dapat membentuk kepribadian siswa agar memiliki sikap sosial yang lebih baik tidak lepas dari peran guru. Di sekolah, guru memiliki peran penting dalam mengembangkan sikap sosial siswa. Guru dapat membantu siswa dalam menggunakan seluruh potensinya untuk mencapai aktualisasi diri yang maksimal. Ketika berada di ruang kelas, guru memegang peranan penting dalam mengarahkan siswa untuk mencapai tujuan yang ingin dicapai, termasuk pengembangan sikap sosialnya. Hal ini dilakukan untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Selain itu, hal yang demikian bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung  jawab (UU RI No. 20 Tahun 2003). Siswa dan guru sama-sama belajar sehingga akan saling berinteraksi memberi informasi dalam proses pembelajaran yang dapat mengembangkan sikap sosial dan tingkah laku siswa (Isjoni, 2006:11). Ekowarni (2009) berpendapat bahwa ada beberapa nilai yang berkaitan dengan kondisi sosial yang harus ditanamkan di sekolah dasar, termasuk: kesopanan, kepedulian, kerjasama tiveness, disiplin, kerendahan hati, bahkan-marah ness, toleransi, kemandirian, kejujuran, kepercayaan Dence, ketangguhan, kepositifan, keadilan, kedamaian kegenapan, ketekunan, kreativitas, kewarganegaraan, tanggung jawab dan ketulusan.









Daftar Pustaka

Ahmadi, H. A. (2002). Psikologi sosial. Jakarta: Rineka Cipta.
Baron & Byrne. 2005. Psikologi Sosial. Jakarta: Erlangga.
Danim, Sudarwan. 2011. Perkembangan  Peserta Didik. Bandung: CV. Alfabeta.
Ekowarni. (2009). Pedoman pendidikan akhlak mulia siswa sekolah dasar. Jakarta: Departemen
        Pendidikan Nasional, Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah.
Gerungan, W.A. 2004. Psikologi Sosial. Bandung; PT Refika Aditama.
Isjoni. (2006).Dari Substansi ke Praksis.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Setiawan, A. & Suardiman, S.P. (2018). Assessment of the social attitude of primary school student, 
       ReiD (Research and Evalution in Education), 4(1), 2018. p. 12-21. DOI: https://doi.org/10.21831 
/reid.v4i1.19284.
Virani,ida ayu dkk,2015,deskripsi sikap sosial pada siswa kelas IV SD N 4 Penarukan
     Buleleng, Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja,singaraja.


Kejujuran Siswa dalam Proses Pembelajaran



Kejujuran Siswa dalam Proses Pembelajaran
Oleh : Danesqy Herlintang M P
Sikap sosial adalah kecenderungan untuk mengevaluasi hal-hal sosial dengan cara tertentu. Memainkan peran penting dalam perkembangan anak, karena itu membentuk persepsi anak tentang lingkungan sosial dan memiliki pengaruh yang signifikan tentang perilaku (Crano & Prislin, 2011, p. 19). Anak-anak yang mulai berinteraksi dengan sosial lingkungan akan mulai memiliki sikap sosial, dan ini juga terjadi pada usia sekolah dasar anak-anak. Bukti perilaku anak-anak hari ini cukup memprihatinkan. Sekolah dasar siswa sekarang umumnya kurang disiplin daripada biasanya, dan mereka memiliki perawatan rendah dan tanggung jawab. Itu tidak sesuai dengan pengembangan afektif yang ideal dari siswa (Setiawan, 2018. p.13). Ekowarni (2009) berpendapat bahwa ada beberapa nilai yang berkaitan dengan kondisi sosial yang harus ditanamkan di sekolah dasar, termasuk: kesopanan, kepedulian, kerjasama tiveness, disiplin, kerendahan hati, bahkan-marah ness, toleransi, kemandirian, kejujuran, kepercayaan Dence, ketangguhan, kepositifan, keadilan, kedamaian kegenapan, ketekunan, kreativitas, kewarganegaraan, tanggung jawab dan ketulusan.
Lembaga pendidikan mempunyai peranan yang cukup penting dalam membentuk kepribadian, karakter, serta tingkah laku moral para peserta didik. Di sekolah, para peserta didik diajarkan tentang nilai-nilai kejujuran dan tanggungjawab. Menurut UU No. 20 Tahun 2003 terkait Sistem Pendidikan Nasional, Pendidikan Nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (Erlisia Ungusari, 2015). Nilai kejujuran dilandasi oleh nilai-nilai religius dan nilai-nilai etika moral yang berlaku secara umum. Dalam dunia pendidikan, nilai kejujuran perlu dikembangkan untuk menghasilkan sumber daya yang dapat menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran. Pendidik atau dosen memiliki peranan penting dalam membangun karakter, kepribadian, dan intelektual peserta didik. (Emosda 2011).
Jujur adalah kecenderungan untuk berbuat atau berperilaku yang sesunguhnya dengan apa adanya, tidak berbohong, tidak mengada ada, tidak menambah dan tidak mengurangi, serta tidak menyembunyikan informasi (Suparman, 2011) Bersikap jujur adalah berkata apa adanya, terbuka, konsisten dengan apa yang dikatakan dan dilakukan, berani karena benar, serta dapat dipercaya. (Jamani, Arkanudin, & Syarmiati, 2013).
Tujuan dari bentuk perilaku jujur yang muncul yaitu menunjukkan tingkat religiusitas yang tinggi yaitu berperilaku yang baik dan bertaqwa kepada Allah, bertawakal, agar mendapatkan kemudahan dari Allah, pasrah kepada Allah SWT, sehingga akan mendapat bantuan dari Allah SWT. (Erlisia Ungusari, 2015). Koellhoffer (2009, hal. 27) bahwa kejujuran berhubungan dengan menghindari kebencian rism, termasuk mengambil ide atau jawaban orang lain tanpa izin selama program pembelajaran cess, tes, dll. 
Dalam menerapkan sikap kejujuran tentunya harus ada moral yang tertanam. Moral adalah ajaran tentang baik buruknya suatu perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban, dan lain sebagainya. Moral berhubungan dengan kemampuan seseorang untuk membedakan antara perbuatan yang benar dan yang salah. Selain itu moral juga merupakan kontrol dalam bersikap dan bertingkah laku sesuai dengan nilai-nilai hidup.(Fatimah, 2006). Kohlberg menggambarkan tiga tahapan perkembangan moral, yaitu 1) Preconventional Morality, 2) Conventional Morality, dan 3) Postconventional Morality. Tahapan perkembangan moral remaja berada pada tahap konvensional, yang berarti mereka mampu mengenali konsep konsep moralitas seperti kejujuran, keadilan, kesopanan, kedisiplinan, dan sebagainya. Hubungan yang dekat atau kerikatan antara remaja dengan orang tua memberikan dampak yang positif bagi perkembangan psikologis remaja. Sehingga mereka dapat bergaul dan bersosialisasi dengan lingkungan luar dengan baik dan dengan cara yang benar, serta mereka mampu mempersiapkan dirinya di masa mendatang dengan matang(Desmita, 2010). Penanaman nilai-nilai kejujuran menuntut tata kehidupan sosial yang merealisasikan nilai-nilai tersebut. Keteladanan yang baik dari orang tua dan guru akan mengantarkan anak didik untuk mendapatkan model yang tepat untuk dijadikan cermin kepribadian dalam kehidupan mereka. Tanpa menyertakan keteladanan (kejujuran) pada pribadi orang tua dan guru, bisa jadi anak didik akan kehilangan figur publik yang bisa membawa mereka menjadi manusia seutuhnya yang berkarakter. (Emosda, 2011).

.

.











Daftar Pustaka
Crano, WD, & Prislin, R. (2011). Sikap dan perubahan sikap. New York, NY: Pers Psikologi.
Desmita. (2010). Psikologi Perkembangan.Bandung: PT Remaja Rosdakarya.
Ekowarni. (2009). Pedoman pendidikan akhlak mulia siswa sekolah dasar. Jakarta: Departemen
        Pendidikan Nasional, Direktorat Pendidikan Dasar dan Menengah.
Emosda. (2011). Penanaman Nilai-nilai Kejujuran dalam Menyiapkan Karakter Bangsa. Innovatio,
        Vol. X, No. 1,151-166.
Fatimah, E. (2006). Psikologi Perkembangan Peserta Didik. Bandung: CV Pustaka Setia.
Jamani, H., Arkanudin, &Syarmiati. (2013). Perilaku Siswa Pengguna Handphone Studi Kasus Pada
       Siswa SMP Negeri 4 Sungai Raya Kabupaten Kubu Raya. Jurnal Tesis PMIS-UNTAN-PSS-2013,
       1-14.
Koellhoffer, T. (2009). Character Education: Being fair and honest. NewYork: Infobase Publishing.
Setiawan, A. & Suardiman, S.P. (2018). Assessment of the social attitude of primary school student,
     ReiD (Research and Evalution in Education), 4(1), 2018. p. 12-21. DOI: https://doi.org/10.21831/reid.v4i1.19284.
Suparman. (2011). Studi Perbedaan Kualitas Sikap Jujur Siswa Kelas III SMTA Negeri Kota Madiun.
      Interaksi, Vol. 7 (1), 1-13.
Ungasari, Erlisia. (2015). Kejujuran dan Ketidakjujuran Akademik pada Siswa SMA yang Berbasis
      Agama. Fakultas Psikologi Universitas Muhammadiyah Surakarta. Surakarta..